CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

TOURNAMENT PENCURI JACKPOT WAJIB4D

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA, Hasrat-Bispak02 Semuanya orang didalamnya harus bertarung dan berkorban supaya tidak tersisih, serta tidak semuanya jalan yang dapat dilintasi itu terang-benderang…Izinkan saya bercerita cerita hidup saya. Nama saya Darmini, tetapi orang gak banyak yang kenal nama asli saya. Bapak dan Simbok panggil saya Denok, itu panggilan biasa untuk anak wanita di daerah saya, tetapi berarti gak sekedar itu. Denok pun mempunyai arti montok alias sintal, serta ternyata makna itu yang lebih dikenang banyak orang-orang di kehidupan saya di Ibu-kota. Waktu kecil saya dihabiskan di daerah, jauh dari Ibu-kota. Saya anak hanya satu Bapak dan Simbok, satu keluarga petani penggarap yang tidak berpunya. Mulai sejak kecil saya diajari menari oleh Simbok, sebab beliau sendiri waktu muda ialah seseorang penari, dan masih ditanggap kalaupun ada acara di daerah. Sayang, kehidupan kami yang damai di daerah berhenti waktu satu hari saya serta Simbok temui Bapak menggantung diri. Nyatanya Bapak miliki banyak hutang dikarenakan hilang ingatan judi, serta beliau tidak sanggup membayar hutangnya itu. Kami terang berduka sebab Bapak sudah tak ada, tetapi juga kebingungan karena sekian hari sesudah Bapak disemayamkan, kami ditendang dari rumah karena rumah kami diambil broker judi yang berikan hutang pada Bapak. Kami tidak punyai lokasi tujuan, serta uang simpanan kami gak berapa. Simbok pada akhirnya ngotot membawa saya berpindah ke Ibu-kota cari penghidupan.

"Denok, kita nggak dapat apapun kembali di sini, di kota kita bisa mencoba mencari uang, moga-moga dari sana mendingan dibanding di sini," kata Simbok.

Saya cuman alumnus SMP, Simbok alumnus SD. Kami sama gak sadar hidup di Ibu-kota demikian beratnya. Melamar pekerjaan ke sana-kemari, gak diterima sebab dirasa pengajaran kurang tinggi. Mencari kerja yang gak butuh ijazah, lawan sangat banyak. Selanjutnya seusai cukuplah lama melihat pelbagai peluang yang ada, Simbok memastikan untuk menggunakan keterampilan kami.

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

Hanya modal baju dan perabotan yang kami membawa dari daerah, dan radio tape sisa dan kaset-kaset musik tradisionil yang kami membeli dari pasar loak dengan tersisa uang, awalilah kami berdua jadi penari jalanan.

Waktu gadis-gadis seumur saya yang di kota sedang bersiap ujian akhir SMA atau meniti tahun mula kuliah, serta yang di kampung tunggu dijodohkan oleh orangtuanya, saya mengawali jalani kehidupan anyar, menjual keterampilan seni tari bersama Simbok. Sebelumnya kami berkeliling-keliling Ibu-kota, sebatas cari keramaian di mana kami dapat mendapatkan sekian lembar rupiah untuk bertahan hidup. Kami biasa mulai pagi-pagi, mengevaluasi jalanan Ibu-kota buat cari beberapa orang yang ingin kami hibur dengan tarian kami. Rupanya tidak mudah pun cari uang secara seperti berikut, paling-paling yang kami peroleh cukup hanya untuk makan kami berdua, satu atau kedua kalinya dalam hari itu. Serta gak di seluruhnya tempat kami dapat mendapatkan pirsawan yang mau bayar, kadangkala kami justru ditendang atau dihardik. Sesudah cukuplah lama, kami berjumpa tempat di mana kami dapat selalu bisa pirsawan dan uang: satu pasar induk yang lumayan besar, dan lingkungan disekelilingnya. Kami juga sewa satu kamar sewa murah di dekat Pasar. Beberapa orang di Pasar, asal dari golongan menengah ke bawah, haus selingan murah yang dapat buat mereka ingat daerah semasing. Hadirnya kami di situ terus disongsong senyuman, tawa, serta helai-lembar uang yang kumal hasil perasan keringat mereka. Kendati pun seringkali helai-lembar itu dikasih ke kami kurang santun semisalnya dengan diselinapkan ke busana kami. Apa saya dan Simbok memang menarik? Entahlah ya. Saya sendiri tidak terasa elok. Menjadi anak petani yang kerap main di luar semenjak kecil, kulit saya jadi rada gelap terbakar matahari. Tetapi Simbok  sejak dahulu selalu mengajarkan dan memperingatkan saya untuk menjaga badan kendati melalui langkah simpel, jadi meskipun sawo masak, kulit saya terus mulus serta tak jerawatan manalagi bopeng-bopeng lho. 

TOURNAMENT PENCURI JACKPOT WAJIB4D

Oh iya, barusan kan saya udah narasi makna nama panggilan saya, Denok. Dipikirkan betul pula sich jika dikatakan saya montok. Tidak tahu mengapa, walaupun rasanya dari kecil makanan saya bergizi ngepas, kok tetap tubuh saya bisa saja ya. Saat sebelum remaja saja tetek saya telah tumbuh, dan saat ini jadi subur gumebyur hingga saya terus cemas dengan kemben saya tiap-tiap kali menari. Pantat saya pula kuat dikarenakan dibuat latihan olah badan dalam tarian. Ada yang ngomong bahenol, saya sich matur nuwun saja kalaupun ada yang kira demikian. Bertanya-tanyanya, walau atas bawah besar, tengahnya tidak turut besar, perut dan pinggang saya masih singset. Saya menganggapnya masih singset masalahnya kelihatannya kelak tubuh saya bakal jadi seperti tubuh Simbok, tengahnya mulai ikut-ikutan lebar. Nach, jika Simbok itu benar-benar elok. Hingga usia begitu lantas beliau selalu elok. cerpensex.com Manalagi apabila sudah gunakan sanggul serta dandan, wuihh. Seluruhnya orang nengok dan tidak tonton apapun kembali. Saya sendiri terus berasa buruk lho jika tampil bersama Simbok. Ah, namun sedunia cuman saya sendiri yang nganggap muka saya buruk. Kecuali Simbok, beberapa orang yang umum melihat kami menari kok semua katakan saya elok. Saya pikirkan, ini mah pinter-pinternya Simbok merias saya saja. Waktu pertamanya kali didandani buat ngamen, saya protes, kok ribet benar-benar. Rambut perlu disasak, disanggul, disunggar, gunakan tusuk dan kembang. Muka perlu dibedaki tebal-tebal, sampai lain warna dengan tubuh. Kemungkinan tinggal tahi lalat di pipi saya saja yang tidak ketutupan. Alis saya yang udah tebal dibuat makin tebal. Bibir  diberikan gincu warna merah oke. Saya masa itu ngeluh,

"Kok telah seperti penganten saja, Mbok."

Simbok menjawab, "Yang bernama penari itu tidak bisa biasa saja, nduk. Harus kinclong, manglingi. Kita perlu membikin suka yang melihat."

Lama-kelamaan saya biasa pula pakai dandanan sesuai itu, jadi saya buat jadi guyonan sama Simbok.

TOURNAMENT PENCURI JACKPOT WAJIB4D

Kunjungi Juga : Pencuri Jackpot & Pemburu Hadiah

"Mbok, saya wis setiap hari kejadian penganten, bentar kalaupun nikah betulan harus seperti apakah diriasnya?" Dandan paras yang tebal jadi sisi seragam kerja saya, seperti sama kemben, kain batik, serta selendang. 

Namun benar-benar yang bernama nasib itu jalannya tidak ada yang ketahui. 2 bulan kami tinggal di dekat Pasar, bencana hadir kembali. Waktu sedang nyebrang jalan, Simbok ketabrak mobil. Cidera kronis. Saya was-was, beberapa orang disekitaran beramai-ramai ngangkut Simbok ke rumah sakit. Tetapi Simbok gak terselamatkan. Simbok wafat di rumah sakit selesai 2 hari dua malam usaha ditolong dokter di situ. Sebetulnya sejak mulai ketabrak pun Simbok telah tidak ada keinginan, namun tidak tahu mengapa beliau lama sekali kematiannya. Sekaratnya hingga sepanjang hari. Sampai tidak sampai hati saya memandangnya. Saat itu ada yang bisik-bisik, barangkali Simbok pasang susuk, karena itu wafatnya sulit. Orang kok sampai hati ya bicara begitu. Namun apa itu betul atau gak, saya tidak ingin tahu, biarkanlah itu dapat menjadi rahasia Simbok. Saya pada akhirnya sendirian di Ibu-kota, seperginya Simbok. Ditambahkan lagi, uang habis buat mbayar rumah sakit dan penguburan, jadi harus berutang kemanapun. Saya gak sanggup menggelar acara jenis-jenis buat Simbok, cuman dapat doakan sendiri mudah-mudahan sukma Simbok dapat tenang di alam sana serta berjumpa kembali dengan Bapak. 1 minggu lebih saya di sewa saja sebab sangat sendu. Barangkali tiap hari saya menangis, berduka ingat Simbok,  kesepian. Pada akhirnya saya memaksakan diri buat keluar kembali, ngamen kembali, karena uang telah habis serta saya  harus lawan beberapa tukang tagih hutang yang tidak mau tahu kesusahan saya . Maka, satu minggu setelah Simbok dikebumikan, saya kembali persiapan untuk keluar, menari. Didepan cermin saya tata rambut saya sendiri, saya pasang sanggul dan kembang, saya bedaki muka saya agar gak nampak beberapa bekas menangis, saya gunakan kembali kemben dan kain, saya sampirkan selendang di leher.

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

Ealah, cocok keluar kamar saya justru berjumpa dengan ibu yang miliki sewaan. Sang ibu tidak gunakan basa-basi langsung tagih tunggakan dua bulan. Saya tidak punyai uang, jadi saya sekedar dapat katakan maaf, dan sang ibu jadi ngancam secara lembut. Gak apapun tidak bayar, tukasnya, tetapi esok kamu keluar tempat saya. Haduh biyung, kok tidak habis-habis ya hambatan untuk saya. Saya pengen upaya dahulu, kata saya, kelak akan saya bayar. Hari itu saya pergi ngamen, usaha mencari uang buat hidup.

Naasnya, hari itu pasar lumayan sepi, dan sehabis dua jam saya baru bisa Rp5000 sehabis menari di pangkalan ojek. Saya gak dapat fokus, kepala dipenuhi dengan pemikiran, bagaimana langkahnya agar kelak bila pulang sudah memiliki cukup uang untuk bayar sewaan. Belum beberapa hutang yang lain. Mendekati siang, saya sedang jalan di barisan beberapa toko besar dari sisi Pasar. Dan di muka toko beras terbesar di Pasar, saya menyaksikan Juragan sedang mengalkulasi segepok uang. Beliau barusan terima banyak uang, ternyata ada orang yang habis mborong. Saya masa itu sekedar mengenal beliau menjadi ‘Juragan'. Beliau pemilik toko beras yang besar itu. Beliau udah tua, lebih tua dibanding Simbok, barangkali umurnya udah 50 atau 60 tahun. Kepalanya nyaris botak, rambutnya tipis beruban, kumis serta jenggotnya jarang. Tubuhnya besar dan perutnya gemuk. Sekali 2x saya dan Simbok pernah menari di muka tokonya, serta pegawai-pegawainya memberikan kami uang namun beliau tidak. Tetapi beliau pernah pinjamkan uang pada Simbok, dan Simbok sempat mengembalikannya. Saya beranikan diri mendekati Juragan. Ia sendirian di muka toko, sementara anak buahnya repot di dan ada di belakang. Tokonya lagi sepi, tidak ada konsumen.

"Juragan," pinta saya. "Anu… saya…"

Juragan menyaksikan saya dengan acuh. "Ada apakah, Denok?"

"…saya… saya…" Duh, saya tidak kuat bilangnya. Tetapi saya mesti katakan. "…saya bisa pinjam uang, Juragan? Uang saya udah habis buat ongkos penguburan Simbok…

TOURNAMENT PENCURI JACKPOT WAJIB4D

saat ini saya perlu bayar sewaan dua bulan…"

"Hah?" Juragan menyaksikan saya dengan aneh, "Kamu penting uang?"

"Tolong, Juragan," saya minta kembali, "Saya telah ditagih, ini hari harus ada, atau saya ditendang. Saya janji akan balikkan secepat-cepatnya." 

Eh, kok Juragan langsung kantongi segepok uang tadi ia hitung-hitung.

"Denok," kata beliau dengan dingin, "Saya ini pedagang, bukan tukang memberikan hutang. Kamu penting uang? Kerja sana. Atau kamu berjualan saja."

"Saya saat ini  kembali kerja, Juragan," saya geram namun tak berani menunjukkan; kayaknya Juragan tak mau pinjamkan uang. "Hanya seramnya saya tak dapat cukup dapat uang ini hari untuk membayar kontrak. Kalaupun berjualan, saya nggak punyai apapun, harus jual apa?"

Namun lalu tatapan Juragan kok beralih menjadi aneh… Beliau dekati saya serta merengkuh saya. Tangannya yang besar itu menggenggam pundak saya.

"Siapa omong kamu tidak punyai apapun?" bisiknya. "Tubuh kamu bagus, Denok. Saya pengin kok mbayar buat itu." Beliau tarik badan saya merapat ke tubuhnya, sampai pipi saya melekat dari sisi dadanya yang gendut.

"Ihh?!" saya terkejut dengar bisikan Juragan itu. Duh, inikah yang bernama bisikan iblis? "Tubuh… saya?" Bisikan Juragan lagi terngiang di kepala saya. Bergidik bulu-bulu kuduk saya mengandaikan apa tujuannya itu.

"Kalaupun kamu ingin, Denok, saya lunasi bill kontrakanmu yang 2 bulan itu sekaligus mbayar untuk bulan kedepan," bisik Juragan kembali.

Duh, biyung, saya harus bagaimana? Saya penting uang, namun apa harus lewat cara sesuai ini? Namun bila tidak, bagaimana kembali? Yang ada saya akan ditendang, nggelandang, dan…ujung-ujungnya sama juga. Saya gak punyai alternatif lain…

"…mau, Juragan…" saya berbisik, lirih sekali sampai gak terdengaran. Jika saja gak ketutupan bedak, barangkali telah tampak muka saya berganti merah seperti cabai.

Juragan tertawa, tubuhnya yang gemuk itu hingga sampai tergoyang-guncang. "Bagus, Denok. Mari turut saya. Kamu ikutin saja kataku, kelak kubayar kamu, ya?"

Lantai atas toko beras itu rumah Juragan. 

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

Juragan bawa saya naik tangga dari sisi toko, masuk ke tempat tinggalnya. Juragan rupanya tinggal sendirian. Saya ingin tahu, apa Juragan gak punyai istri? Kami masuk rumah Juragan. Saya lagi melihati lantai, tidak berani mengangkut kepala, namun kadang-kadang saya ngintip ke sana-kemari memandang kondisi.

Juragan ternyata tinggal sendirian di atas tokonya. Ada photo tua yang membuktikan Juragan dengan seorang wanita—istrinya kah? Juragan merengkuh tangan saya masuk ke satu kamar. Ruangan tidurnya. Ia suruh saya duduk di dipan. Saya duduk, sembari tundukkan kepala. Juragan berdiri di muka saya, mencermati sekujur badan saya. Ia sentuh dagu saya, sembari omong,

"Denok, angkat kepalamu, saksikan saya." Saya nurut. Barangkali ia tonton mata saya ketakutan 1/2 mati.

"Membuka kembenmu," tukasnya.

Ia letakkan selembar uang Rp50.000 dari sisi saya. Saya melihat, memandang uang itu. Besar sekali untuk saya. Rata-rata sepanjang hari menari saya tak sempat mendapat uang sejumlah itu. Namun saya masih tetap kuatir. Juragan mendadak ingin ambil kembali uang itu.

"Jika tak mau ya udah," tukasnya dengan suara kurang puas.

Namun saya tahan uang itu dengan tangan saya, lalu saya ngangguk. Haduh, Simbok, Bapak, maafkan saya. Saya terlepas ikatan kemben di punggung saya, lalu perlahan-lahan saya urai belitan kain kemben merah yang membebat tubuh saya. Cocok tinggal selembar belitan yang tutup tetek saya, saya jadi malu, dan saya tahan selembar itu dengan lengan saya. Juragan tersenyum menyaksikan saya.

"Wahh…susu kamu besar, ya? Buat orang hasrat ajah…" saya tonton Juragan nyengir lebar selesai bicara itu. sumpah, baru ini kali ada lelaki terang-terangan ngaku semacam itu.

Helai uang lima puluh ribu tadi diletakkan Juragan di sisi saya ia mengambil, lipat, lalu ia sisipkan ke… aduh! Ia berikan ke belahan dada saya!

"Itu untuk kamu, Denok," ucapnya. 

TOURNAMENT PENCURI JACKPOT WAJIB4D

Duh, tidak yakin rasanya. Awal mulanya saya serta Simbok perlu menari sepanjang hari, sampai pegal-pegal, buat memperoleh duit kurang dari 5 puluh ribu. Tapi… saat ini saya mendapat duit sejumlah itu … kok mudah sekali?

"Betulan buat saya…?" Tetap tak yakin, saya bertanya kembali.

"Iya… asal kamu membuka semua," kata Juragan sembari menyeringai. "Tubuh kamu bagus, Denok. Montok… bahenol…"

Duh, apa artinya itu? Apa Juragan senang dengan badan saya? Seumur-umur belum sempat ada orang yang katakan itu ke saya… Jantung saya deg-degan mendengarkannya. Juragan menarik kain kemben masih ditahan tangan saya, serta kainnya melesat demikian saja tanpa saya tahan. Saya masih tutupi gunung kembar saya dengan ke-2  tangan. Aduh… malu sekali rasanya, telanjang di muka orang lain…Tapi saya bisa peroleh uang…

"Nach, Denok, saat ini membuka kainnya, ya?" saat ini Juragan memohon saya membuka  kain batik coklat yang saya gunakan.

Karena kemungkinan barusan saya malu dan pelan satu waktu membuka kemben, Juragan dekati saya serta mengungkap kain batik saya. Saya tiba-tiba mundur, tetapi tangan Juragan lalu menggenggam bahu saya.

"Tidak boleh takut, Denok…" tuturnya.

Juragan pula menggenggam paha saya yang sejumlah tertutup kain batik. Ia remas sedikit paha saya. Nada "Eihh" keluar mulut saya, malu sebab sentuhan Juragan. Tangannya selanjutnya nyelip ke bawah kain saya! Kulit tangan Juragan bersenggolan dengan kulit paha saya, dan saya semakin deg-degan. Ia lagi remas-remas paha saya. Saya nggigit bibir, takut keluar suara jenis-jenis dari mulut saya. Tangan satunya terus nyibak kain saya, hingga ke dekat pinggang… Duh, biyung, lagi diapakan saya ini? Kain saya tinggal nyangkut di pinggang saja, sementara ke-2  kaki, betis, dengkul, hingga paha saya telah dikeluarkan dari kemasnya, sedikit kembali kancut saya terlihat!

"Rebah saja, Denok!" suruh Juragan.

Saya nuruti perintahnya, perlahan-lahan saya rebahkan tubuh atas saya. Ke-2  tangan saya terus nutupi sepasang tetek saya. 

CERITA DEWASA SANG PENARI JALANAN BOHAI DIPERKOSA

Sanggul yang masih belum saya lepas (apa selayaknya saya lepas pun?) ngganjal belakang kepala saya. Dan sekalian saya rebah itu, tangan Juragan berlaga sangkutan paling akhir kain saya di pinggang. Aduhhh biyung. Ke-2  tangan saya buat pekerjaan: satu membentang di muka dada, satu turun ke bawah nutupi kancut saya.

Saya sangsi, tetapi gak tahu mengapa, saya pun kok rasa nafsu saya bangun? Aduh? Kok ini jadi? Juragan terus menerus lihat sekujur badan saya, sekalian memberikan pujian.

"Marilah donk, tidak perlu tertutupin," kata Juragan. "Tanganmu disingkirin donk? Denok, jika kamu pengen kupegang, kutambah dua puluh ribu, ya…

Ke-2  tangan saya digenggam Juragan, lalu perlahan-lahan dimasukkan dari sisi tubuh saya. Duh, bubar dech pertahanan saya. Saat ini susu saya tidak ada kembali yang tutupi. Saat ini kancut saya tampak.

"Euh… Juragan… pengen pegang?" kata saya kebingungan. "Ja… jadi saat ini tujuh puluh ribu?"

BERSAMBUNG....

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama